Blusukan Menteri: Kerja atau Pencitraan?

Pembaharuan bukanlah suatu creatio ex nihilo—ciptaan yang meloncat begitu saja dari ruang kosong, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan dan dilakukan secara konstan. “Kerja, kerja, kerja” adalah jargon yang menjadi aspirasi dari Presiden Joko Widodo atas kabinetnya dalam menciptakan perubahan di masyarakat. Etos kerja ini nampaknya juga berusaha untuk ditanamkan dan dihayati oleh para menteri dalam kabinetnya.

Presiden Jokowi pekan lalu mengunjungi korban bencana Sinabung di Sumatra Utara. Seakan latah dan tak mau kalah, para Menteri juga terlihat menghiasi layar kaca melakukan blusukan. Tren blusukan adalah suatu kemajuan pesat dalam model kepemimpinan di pemerintahan Indonesia. Menteri-menteri pada periode sebelumnya cenderung lebih sering bekerja di dalam ruangan, memantau lewat kaki tangan dan jarang turun ke lapangan.
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi blusukan ke BNN. 
Blusukan yang dilakukan para Menteri ini setidaknya mengindikasikan terjadinya perubahan etos kerja pembantu presiden ke arah yang positif. Suatu penelitian dari John P. Kotter, Professor di Harvard Business School menyatakan bahwa suatu perubahan yang sukses pada suatu organisasi dimulai dari “creating a sense of urgency”. Pada tahap ini pemimpin harus meneliti pasar dan kompetisi yang sebenarnya, mengidentifikasi dan mendiskusikan krisis. Berdasarkan penelitian tersebut maka saat ini para Menteri yang blusukan telah berada pada jalur yang tepat.

Hal serupa diungkapkan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali, “Perubahan sering diibaratkan sebagai upaya menghubungkan duat titik terpisah (connnecting the unconnect) sehingga peta menjadi amat penting. Celakanya, begitu peta selesai dibuat dan diumumkan, banyak pemimpin merasa bahwa tugas reformasinya sudah selesai.” Berangkat dari pendapat tersebut, maka saat ini para Menteri sedang mencari titik-titik “sumbatan” secara langsung. Tidak hanya berhenti disitu, diharapkan mereka kemudian bisa menemukan jurus “totok” yang diperintahkan oleh Presiden Jokowi untuk melancarkan aliran darahnya.

Blusukan ini secara tidak langsung juga menjadi pecutan tersendiri kepada pegawai kementerian itu agar sama bersemangatnya dengan ibu/bapak Menteri. Menurut Kotter, tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah, “build a guiding coalition” atau membangun koalisi pemimpin. Di tahap ini pemimpin mengumpulkan kelompok dengan kekuatan dan energi untuk memimpin dan mendukung usaha perubahan yang kolaboratif. Hal ini menjadi penting karena seorang pemimpin tidak mungkin tidak mempunyai pengikut. Ia tidak bisa bekerja sendiri.

Berbekal koalisi yang mendukung, tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah “form a strategic vision and initiatives dimana pemimpin harus membentuk visi untuk membantu mengarahkan usaha perubahan dan mengembangkan inisiatif strategis untuk mencapai visi tersebut. Kinerja dari para eselon dan staf menjadi semakin berarti ketika kementerian tempatnya bekerja tersebut memiliki satu visi yang jelas.

Hati-hati, virus blusukan juga dapat menciptakan peradangan bila blusukan ini tidak efektif, dilakukan untuk kepentingan pribadi semata dan memuaskan ambisi politik. Alih-alih memajukan kinerja kementerian, blusukan nihil faedah.

Dalam salah satu tulisannya, Goenawan Muhammad mengungkapkan, “Suatu bangsa tidak mungkin berangkat dengan pesimisme. Perjalanan dalam sejarah adalah perjalanan dalam separuh gelap. Kita memerlukan semacam iman.” Meskipun baru satu pekan, negara—dalam hal ini Menteri Kabinet Kerja—sedikit banyak telah memberikan asupan semangat bagi rakyat untuk mempercayai adanya masa depan cerah bagi bangsa Indonesia.


Dengan ini para Menteri diharapkan tidak seperti orang mabuk yang kehilangan kunci. Mencari jawaban di tempat yang terang. Jangan sampai para Menteri hanya bekerja apabila ada media yang menyorotnya, hanya pada titik-titik yang strategis dan sekiranya dapat meningkatkan nilai jualnya. Justru para Menteri diharapkan hadir di tempat-tempat gelap yang tidak terjamah kesejahteraan dan tidak mengenal kemakmuran.

NSA

Comments

Popular posts from this blog

Best Delegate in TEIMUN 2014: Have Faith, It Will Lead You Anywhere You Want

Suka Duka Wartawan Tempel AHY-Sylvi

Jadikan SMA Taruna Nusantara Hebat Kembali