Hari Pendidikan Nasional: Mengajar vs Mendidik


mengajar (meng.a.jar)

memberi pelajaran (v)
Contoh:guru ~ murid matematika;

mendidik (men.di.dik)


didik (di.dik). Memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (v)
Contoh:seorang ibu wajib ~ anaknya baik-baik;

Dari kedua pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa terdapat perbedaan yang jelas terasa antara mengajar dan mendidik. Mengajar adalah suatu proses formal yang terjadi antara murid dan guru di suatu ruangan, guru sebatas melakukan transfer pelajaran. Indikator seorang murid mengerti pengajaran dari guru adalah dengan melihat nilai ujiannya, apakah bagus/tidak. Dalam proses ini guru sering tidak peduli dengan proses yang dilakukan oleh seorang murid. Guru hanya tahu "ooh nilai anak itu jelek" "ooh iya nilai anak itu bagus". Tapi ketika bertemu dengan soal penerapan, jarang sekali seorang murid dengan kebiasaan 'hafalan' dapat mengerjakan tugas dengan baik.

Sedangkan, mendidik adalah suatu proses memelihara dan memberi latihan, yang mana goal-nya adalah kecerdasan pikiran. Cerdas dan pintar itu tentu berbeda. Orang cerdas biasanya pintar, namun orang pintar belum tentu cerdas. Mengapa? Karena cerdas disini tidak hanya berarti pada lingkup formal di kelas yang dinilai dari hitam di atas putih saja. Tetapi juga kemampuan untuk dapat cepat tanggap dalam memberikan respon yang tepat pada suatu hal yang harus dihadapi. Maka sebagai pendidik, nilai-nilai yang harus diajarkan tidak hanya sebatas pada lingkup pendidikan formal saja, tetapi juga lingkup informal. Lingkup informal dalam hal ini berkaitan dengan kecerdasan emotional-nya.

Kesalahan tenaga pendidik jaman sekarang, mereka lebih sering menjadi 'pengajar' daripada menjadi 'pendidik'. Karena memang lebih mudah menjadi seorang pengajar yang hanya menyekoki pelajaran pada muridnya dibanding pendidik yang juga memiliki tanggung jawab memastikan muridnya secara komprehensif mengerti apa yang telah diajarkan. Pada akhirnya hal ini juga berdampak pada kualitas intelektual putra-putri Indonesia. Ketika ujian, anak-anak dapat dipastikan akan belajar dengan sistem kebut semalam. Ketika mengerjakan tugas, hampir bisa dipastikan dikerjakan semalam sebelum, fotokopi tugas teman, bahkan lebih jelasnya lagi: mencontek saat ujian. Esensi dari pendidikan tidak sampai konsep intinya.


Pada akhirnya pelajar bukannya mencari cara agar mendapat ilmu sebanyak-banyaknya dan senang ketika dosen memberikan tugas karena akan menambah wawasannya, namun malah mencari cara agar mendapatkan nilai yang baik dengan usaha seminimal mungkin, tanpa kerja keras yang berarti. Mentalitas seperti inilah yang seharusnya tidak dijadikan tradisi.

Coba gue tanya, if you're in the class, the lecturer was so late and then the chief of the class said there won't be class, what would be your response?
1. Mumbling: "Oh my God, I've paid for a good education here. Why the hell can't I have my lecturer like very often?"
2. Yelling: "SERIOUSLY??? YEAAAAAY"

I can guarantee the most of you will chose the second option. Isn't it correct? Jadi pertanyaannya:

"Kenapa murid menjadi lebih senang dengan hari libur dibandingkan hari sekolah?"


Ada beberapa penyebab: mungkin pengajarnya yang kurang menarik dalam menyampaikan materinya? Mungkin yang dipelajari di sekolah tidak sesuai dengan passion-nya? Mungkin tugas sekolah banyak sering memberatkan? Atau simply karena lingkungan sekolah yang tidak kondusif untuk belajar dan fasilitas yang kurang memadai di sekolah.

Nampaknya Bapak Mohammad Nuh harus memebentuk tim penelitian untuk menelaah, mengapa murid sekolah lebih senang dengan hari libur dibandingkan hari sekolah? Apakah ini suatu bentuk kegagalan?

Tidak dapat kita pungkiri sistem pendidikan di Indonesia masih banyak yang perlu dibenahi. Berkali-kali tim pengajar dan murid dibuat bingung dengan penggunaan sistem ajar yang berubah-ubah dari KBK, kemudian KTSP, kemudian kembai ke KBK lagi, dan seterusnya. Terdengar pula kabar bahwa ada kasus korupsi yang menyeret tokoh di lini pendidikan Indonesia. Dimana letak otak para pejabat itu, pun tidak ada yang tahu.

Kalau pendapat gue pribadi sih, kita harus berkaca pada kesuksesan pendidikan Cina dalam melahirkan orang-orang hebat di bidangnya. Cina tidak hanya menerapkan sekolah konvensional biasa, tapi juga menelurkan orang-orang dengan determinasi tinggi dari sekolah khususnya. Pendidikan di Cina memberikan kesempatan pada muridnya untuk memilih sekolah khusus/kejuruan itu sesuai passion masing-masing. Isn't that fun? Maka tidak akan ada paradigma orang bermasa depan baik adalah orang yang masuk ke perguruan tinggi negeri, seperti di Indonesia. Semua orang fokus pada tujuan masing-masing dan pada akhirnya terlahir menjadi seseorang yang ahli dalam bidang yang disenangi, yang kemudian dapat menghasilkan sesuatu yang berguna untuk masyarakat dari hal tersebut.

Berbicara tentang sistem pendidikan, gue jadi inget buku karangan Yoris Sebastian, Creative Junkie. Di buku itu dia bercerita tentang idenya untuk membuat "sekolah menyontek". Jadi, seorang siswa saat ujian diperbolehkan untuk membuka buku tapi tidak boleh bekerja sama dengan temannya. Soal dibuat sangat sulit dan bukan tipe soal hafalan. Melainkan soal penerapan yang membutuhkan pola pikir masing-masing siswa sendiri untuk menjawab pertanyannya. Dengan itu, akan ketahuan siapa yang mencontek dan siapa yang mengerjakan dengan kemampuannya sendiri. Karena pikiran seseorang dengan seorang yang lain dapat dipastikan tidak akan sama. Namun sayang sekolah tempat ia menawarkan sistem tersebut tidak menerima usulannya.

Pada intinya, di hari pendidikan nasional ini, gue beraharap agar pendidikan di Indonesia terus meningkat kualitasnya. Semoga semua daerah-daerah di Indonesia mendapatkan kesempatan megenyam pendidikan yang sama. Ingat, tidak ada yang tidak mungkin teman! :) Dan juga agar kualitas pendidik di Indonesia terus meningkat kualitasnya dan bertambah kuantitasnya.

Selamat hari pendidikan nasional, insan Indonesia. Teruslah belajar!

cheers,
Nadski

Comments

Popular posts from this blog

Best Delegate in TEIMUN 2014: Have Faith, It Will Lead You Anywhere You Want

Suka Duka Wartawan Tempel AHY-Sylvi

Jadikan SMA Taruna Nusantara Hebat Kembali